PEMBUKUAN AL-QUR'AN DARI ZAMAN RASULULLAH SAMPAI USTMAN BIN AFFAN

Leave a Comment

Kesempatan yang berbahagia kali ini, kami akan membahas tentang sejarah pembukuan Al-Quran dari zaman Rasulullah SAW sampai Khalifah Ustman Bin Affan R.A
Yang pertama akan dimulai dari zaman Rasulullah SAW.

Pengumpulan Al Quran pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara :

Pertama : al Jam’u fis Sudur

Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.

Kedua : al Jam’u fis Suthur

Yaitu wahyu turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu terus menerus turun selama kurun waktu 23 tahun berikutnya dimana Rasulullah. SAW setiap kali turun wahyu kepadanya selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat untuk menulis hadis-hadis beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al Quran. Rasul SAW bersabda “Janganlah kalian menulis sesuatu dariku kecuali Al Quran, barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al Quran maka hendaklah ia menghapusnya ” (Hadist dikeluarkan oleh Muslim (pada Bab Zuhud hal dan Ahmad (hal 1).

Biasanya sahabat menuliskan Al Quran pada media yang terdapat pada waktu itu berupa ar-Riqa’ (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang binatang), al-`Usbu ( pelepah kurma). Sedangkan jumlah sahabat yang menulis Al Quran waktu itu mencapai 40 orang. Adapun hadis yang menguatkan bahwa penulisan Al Quran telah terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. adalah hadis yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-Hakim dengan sanadnya yang bersambung pada Anas r.a., ia berkata: “Suatu saat kita bersama Rasulullah s.a.w. dan kita menulis Al Quran (mengumpulkan) pada kulit binatang “.

Dari kebiasaan menulis Al Quran ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal adalah: Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Salin bin Ma’qal.
Adapun hal-hal yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al Quran pada waktu itu adalah Rasulullah SAW melarang membawa tulisan Al Quran ke wilayah musuh. Rasulullah s.a.w. bersabda: “Janganlah kalian membawa catatan Al Quran ke wilayah musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir) apabila catatan Al Quran tersebut jatuh ke tangan mereka”.

Kisah masuk islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan dalam buku-bukus sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara perempuannya yang bernama Fatimah sedang membaca awal surah Thaha dari sebuah catatan (manuskrip) Al Quran kemudian `Umar mendengar, meraihnya kemudian memba-canya, inilah yang menjadi sebab ia mendapat hidayah dari Allah sehingga ia masuk islam.

Sepanjang hidup Rasulullah s.a.w Al Quran selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu karena Al Quran diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.

Al-Quran pada zaman Khalifah Abu Bakar as Sidq

SEPENINGGAL Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa naskah catatan (manuskrip) Al Quran, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah Jam’ul Quran yaitu pengumpulan naskahnaskah atau manuskrip Al Quran yang susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).

Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang melatarbelakangi pengumpulan naskah-naskah Al Quran yang terjadi pada masa Abu Bakar yaitu Atsar yang diriwatkan dari Zaid bin Tsabit r.a. yang berbunyi: “Suatu ketika Abu bakar menemuiku untuk menceritakan perihal korban pada perang Yamamah , ternyata Umar juga bersamanya. Abu Bakar berkata :” Umar menghadap kepadaku dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan para penghafal Al Quran, aku khawatir kejadian serupa akan menimpa para penghafal Al Quran di beberapa tempat sehingga suatu saat tidak akan ada lagi sahabat yang hafal Al Quran, menurutku sudah saatnya engkau wahai khalifah memerintahkan untuk mengumpul-kan Al Quran, lalu aku berkata kepada Umar : ” bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah s. a. w. ?” Umar menjawab: “Demi Allah, ini adalah sebuah kebaikan”. Selanjutnya Umar selalu saja mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah melapangkan hatiku, maka aku setuju dengan usul umar untuk mengumpulkan Al Quran.

Zaid berkata: Abu bakar berkata kepadaku : “engkau adalah seorang pemuda yang cerdas dan pintar, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menulis wahyu (Al Quran) untuk Rasulullah s. a. w., maka sekarang periksa dan telitilah Al Quran lalu kumpulkanlah menjadi sebuah mushaf”.

Zaid berkata : “Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk memindah salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan aku untuk mengumpulkan Al Quran. Kemudian aku teliti Al Quran dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat yang lain).
Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah ia wafat disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf tersebut disimpan oleh putrinya dan sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama Hafsah binti Umar r.a.

Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al Quran menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah Al Quran dan menulisnya kembali. Sahabat Ali bin Abi thalib berkomentar atas peristiwa yang bersejarah ini dengan mengatakan : ” Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah yang pertama kali mengumpulkan Al Quran, selain itu juga Abu bakarlah yang pertama kali menyebut Al Quran sebagai Mushaf).

Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut Al Quran sebagai Mushaf adalah sahabat Salim bin Ma’qil pada tahun 12 H lewat perkataannya yaitu : “Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al Quran yang dikumpulkan dan di bundel sebagai MUSHAF” dari perkataan salim inilah Abu bakar mendapat inspirasi untuk menamakan naskah-naskah Al Quran yang telah dikumpulkannya sebagai al-Mushaf as Syarif (kumpulan naskah yang mulya). Dalam Al Quran sendiri kata Suhuf (naskah ; jama’nya Sahaif) tersebut 8 kali, salah satunya adalah firman Allah QS. Al Bayyinah (98):2 ” Yaitu seorang Rasul utusan Allah yang membacakan beberapa lembaran suci. (Al Quran)”

Al-Quran pada jaman khalifah Umar bin Khatab

Tidak ada perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al Quran yang dilakukan oleh khalifah kedua ini selain melanjutkan apa yang telah dicapai oleh khalifah pertama yaitu mengemban misi untuk menyebarkan islam dan mensosialisasikan sumber utama ajarannya yaitu Al Quran pada wilayah-wilayah daulah islamiyah baru yang berhasil dikuasai dengan mengirim para sahabat yang kredibilitas serta kapasitas ke-Al-Quranan-nya bisa dipertanggungjawabkan Diantaranya adalah Muadz bin Jabal, `Ubadah bin Shamith dan Abu Darda’.

Al-Quran pada jaman khalifah Usman bin `Affan

Pada masa pemerintahan Usman bin ‘Affan terjadi perluasan wilayah islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja (’Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif.

Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al Quran, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin al-yaman.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada waktu itu memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria) mendapat misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al Quran yang mengarah kepada perselisihan.

Ia berkata : “wahai usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan Al Quran, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi dan nasrani “.

Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang anggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al’Ash, Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain.

Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf Al Quran ini terjadi pada tahun 25 H, Usman berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat bahasa suku Quraisy karena Al Quran diturunkan dengan
gaya bahasa mereka.

Setelah panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. Selanjutnya Usman memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip Al Quran selain Mushaf hasil salinannya yang berjumlah 6 Mushaf.

Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf al-Imam.


Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al Quran. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda hur)

0 komentar:

Posting Komentar